Kamis, 01 November 2007

Gubuk Puisi

SAJAK-SAJAK AHMAD SYAM‘ANI

Desa Yang Kehilangan WarnaTirai jarak pandanggerakgerik hidupcercah cahaya meteor penuntun dimanamanausia zaman paceklikrambah pungguk ilalang, pohon meringisrambah embun bukit belerangrambah gemercik riak sungaisungairambah segara ombakkarenapohon ilalang berkecambah bukitbukitaurmata ikanikan tak kecuapsungai sumringah kehilangan wajahnyaombak robek karangkarangnyaolehbarabara kebugilanapiapi bumi koyakasapasap legam dahagakatakata, nama tinggal nisan

Bandung, 16-08-2005

Zikir Tsunami

Zikir tsuinami karya ombak, bedah maha lautankayukayu dan batusapumukimanorangorang jadi sarapan pagi ikanikanyang datang mengejar beribu katacakar segala sendiyang ia jamahZikir tsunami gulungan ombak junjung daratanparuparu alambedah perahubedah pohonanbedah kebugilan sejatibedah aneka mukimannamanama yang tertera digang basahZikir tsunami nyata didaftar isidi Bab I hingga terakhirdikeberadaan sunyiisaksi bisu Desember kelabunisan pancang bumiabadi dihati karangberlumut waktu.

Bandung, Desember 2004

Birahiku Tinggal Sepertiga

Benang langit layang, lata angkasasuntuk datanggeliat ranjangranjang bugillepas haru kehangatandisetiap musim rindulapal pesta pentaspuisiberkecambahmenaripanggung sepuhbayangbayang jauhhariditelanjangkandanaudanau renta seusiamenyatubumi pasrahbirahi tinggal kenangan.

Bandung, 6 Oktober 2005

Sketsa Rumah Ilalang

Tanah bonglar dendam hidupberpuluh
jejak jadi hutan sandiwarasejauh mata meman
dan
ggeliat alamtumpah sesaljadi buas, jadi santapan liar mesin
mesinIlalang. Bukit telanjang getirtanahtanah pijak
melukasarangsarang dukaseka air telagatanah merah
toreh luka, toreg dukatanpa sapabara asap rajam
tulangtulangserapah melangitnadir puisi, syair lelatu
duniacambuk generasidisajadahMuairmata kemanamana.

Bandung, Agustus 2006

Sebabak Panggung Opera

Tak lagi aroma debur
ombakbisik celoteh
badaijamah dinding karanggerutu
aroma bangkaisengit
cerutu Senopatimelangit ganggang heladaksimpan
keberadaan sunyinyaudara, Adam senyumlaut
gelisahdoadoa darahdengan segala kutuknya, melangittak
lebih dari pengindah.

Bandung, 2006-2007

Tentang Penulis
Ahmad Syam'ani, Lahir di Banjarmasin, 14 Februari 1958. Alumnus FISIP UNLAM Banjarmasin.Beberapa karyanya di publikasikan media cetak/elektronik : Dahaga Banjarmasin Post (1980), Dinamika Berita Banjarmasin (1983), Buletin Forum Sastra Kita Subang (2004) dan BuletinRumah Sastra Bandung (2005-2006). Antologi Penyair Banjarmasin Post "Sebuah Kenang-Kenangan"oleh Tajuddin Noor Ganie (1981), Sketsa Penyair Berbaga Angkatan (Kal-Sel) oleh Maman S. Tawie,Antologi Puisi Penyair Nusantara. 142 Penyair Menuju Bulan oleh Arsyad Indradi (2006). Radio RRINusantara III Banjarmasin (1980), Radio Pelangi/Venus FM Subang (Cakrawala Remaja/Pujangga danDiary Side, 1999), Radio Kharisma FM Ciater Subang (Pesona Kharisma, 2000), Radio Partisan Siliwangi Subang (2001), Radio Elba FM Tambakan Subang (2003), Radio Delta FM Bandung (2005-2006).Juara ke II Lomba Menulis Puisi HUT Kemerdekaan RI, 2000 (Radio Kharisma FM Ciater Subang). Pernah jadi Ketua/Bendahara Forum Sastra Venus/Pujangga Venus/Sastra Kita (Subang, 30 Juni 2003), Bendahara Forum Sastra Pojok (Bandung, 15 Januari 2005), & Ketua/Bendahara Rumah Sastra (Bandung, 1 Januari 2006). Aktivitasnya sekarang bekerja di SOA PT. Bank Central Asia KanwilI Asia Afrika Bandung. Berdomisili di Jl. Bukit Jarian No. 42 RT.01/RW.11 Ciumbuleuit Bandung 40141HP. 081320142587. Email : bungsyam14f_1958@plasa.co.id.





SAJAK-SAJAK DIMAS ARIKA MIHADRJA
Jln. Senggama 48
: malam ke sekian

sejumlah alamat telah kucatat
sajadah menghampar basah
geliat warna sofa merah berbunga indah
geriap senyap merayap antara sendi dan sprei
saling melumat rekaat: berbagi desah
menjelang tamat

kupacu malamku menuju sebuah subuh
yang melenguh. kubawa berita basah: peta,
pena, paket parfum
rasa
bunga

pada malam ke sekian
tiktok jam
pendingin ruang
saling tikam. ada yang tergantung
pada gerak pendulum:
embun netes basuh daun

bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-30

Jogja, Kembali Pulang
: teringat sosok simbok

pulang kampung
orangorang berselimut sarung
langit mendung:
hatinya suwung
butirbutir pasir parang tritis
iklan baris yang meringis
lidah air parang kusumo
mantra mbah kromo
teriak becak di malioboro
sajak terkoyak
(kulonprogo seperti sawah musim ketigo
gerabah bantul pecah
sleman demam berat
gunung kidul tetap makan thiwul
kota jogja lukaluka)
jogja adalah simbok yang terkapar di lincak:
kepalanya puyeng dan dadanya sesak

jogja, Juli 2006

Silhuet
: lanskap senja

katakata mengarus dan berpusar
mengalirkan silhuet dan lanskap hidup
penuh warna:
mata berkacakaca

terasa ada yang lepas dari jemari
meluncur ke angkasa
dan hati tersileti:
nyeri

relief dan pahatan begitu tegas
kaligrafi dinding hari:
puisi

bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-30

Dinding Waktu
: instalasi diri

dinding kolam taman bocor
airnya rembes ke manamana:
kutampung airmata
duka

dinding raga mengendor
tiangtiangnya gemeretak berderak:
kutampung gempa
dada

dinding jiwa kotor
air meruah sepanjang koridor:
kutabung dan kutampung dosa
semesta

dinding waktu longsor
geriapnya memeluk siapa saja:
tiktok-nya berdentang
di jiwa lengang

bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31

Kamboja Merah
: kabar dari makam

kutanam kamboja merah di taman
pada sebuah vas terbuat dari tanah amanah
akar menyangga batang bergetah putih
setiap saat kurawat dan kupupuk:
angin singgah di pelupuk

kutanam kamboja merah di makam
batangnya ditumbuhi ranting
bercabang ke barat, kiblat
memanjang ke timur, umur
rantingnya kian mengering:
angin membentak nyaring

kutanam kamboja merah di ke dalaman dada
di ujung ranting, daundaun mengembun
lembar demi lembar menguning
tiap saat disunting matahari:
jasad mengering
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31

Tahajud Ilalang
: lanskap 99 nama

setiap pagi dan petang, ilalang bergoyang
inna shalati wa nusuki...
rakaat demi rekaat merayap
di dinding rumah:
alifku rebah

siang merajut sujud
malam merenda kalam
iqra bismirobikaladzi ...
setiap saat kubacabaca 99 nama:
jemariku letih
ilalang di belakang rumah
tak lelah
ibadah

bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31

Tentang Penulis

Dimas Arika Mihardja adalah pseudonim Sudaryono, lahir di Jogjakarta 3 Juli 1959. Tahun 1985 hijrah ke Jambi menjadi dosen di Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi. Gelar Doktor diraihnya 2002 dengan disertasi “Pasemon dalam Wacana Puisi Indonesia” (telah dibukukan oleh Kelompok Studi Penulisan, 2003). Sajak-sajaknya terangkum dalam antologi tunggal seperti Sang Guru Sejati (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret Diri (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Berdetak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri danTelanai Printing Graft, 2003). Sajak-sajaknya juga dipublikasikan oleh media massa lokal Sumatera: Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Riau, dan Medan; media massa di Jawa: surabaya, Malang, Semarang, Jogja, Bandung, dan Jakarta. Antologi puisi bersama antara lain Riak-riak Batanghari (Teater Bohemian, 1988), Nyanyian Kafilah (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Prosesi (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1992), Percik Pesona 1 & 2 (Taman Budaya Jambi, 1992, 1993), Serambi 1,2,3 (Teater Bohemian, 1991, 1992, 1993), Rendezvous (Orbit Poros Lampung (1993), Jejak, Kumpulan Puisi Penyair Sumbagsel (BKKNI-Taman Budaya Jambi, 1993), Luka Liwa (Teater Potlot Palembang, 1993), Muaro (Taman Budaya jambi 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Negeri Bayang-bayang (Festival Seni Surabaya, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa Bandung, 1997), Amsal Sebuah Patung: Antologi Borobudur Award (Yayasan Gunungan Magelang, 1997), Angkatan 2000 dalam Kesusastraan Indonesia (Gramedia, 2000), Kolaborasi Nusantara (KPKPK-Gama Media, 2006), Antologi Puisi Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2007). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian Jambi Independent (2002). Cerpen, esai, dan kritik sastra yang ia tulis tersebar di berbagai media massa koran dan jurnal-jurnal ilmiah. Alamat Rumah: Jln. Kapt. Pattimura RT 34/RW02 No. 42, Kenali Besar, Kotabaru, Jambi 36129.
e-mail: mailto:dimasarikmihardja@yahoo.com.id. atau dimasarika@plasa.com.
No HP 08127378325.




SAJAK-SAJAK NAHDIANSYAH ABDI

Singkat

Wajah-wajah kosong dan sibuk
yang sangat rentan dan menyimpan trauma
yang begitu teguh dalam larutan lupa
menggapai-gapai Sepi tanpa cela
Ia yang sangat kasmaran menyulut luka
Bertanya ia, bagaikan maut yang nelangsa:
“Kekasih dalam diri, sejatinya tak lama menanti.”

Wow, apa artinya ini
Tubuh yang lembek, rumah yang rapuh
Perjalanan di luar nalar

Bandara Adi sucipto, 7 mei 2007



Malam Begini Ini

Malam begini ini
Kekasih selalu datang
dari perjalanan yang lusuh
Ia menyanyikan kegelapan yang merdu
Atom yang berdenting
Tanganku tumbuh menjadi sayap yang lebar
Tubuhku hanya siluet yang bergetar:
solilokui yang abadi


Bersama

Debu melumuri masa kecilku
dengan langit dan cakrawala warna kuning gading
Tawaku lepas, sinar matamu nampak rewel, aku selalu
menyikat gigiku tepat waktu
Meja makan telah tertata
Api di dapur membeku jadi kristal
Masa kecilku yang rada purba


Tapi Telah Kudengar Denting Hujan Di Atap

Tapi telah kudengar denting hujan di atap
Tapi telah kudengar keputusasaan: mengerjap
Bola saljunya hanya tinggal rasa kepingin
dalam hambar tawa
dalam heroisme yang sia-sia
Luka mengena, terlalu telak ke kekasih terbuka
Wow, ia mendekat ia menjauh hampir sekonyol prasangka

Di Lubuk Tak Berdasar

Di lubuk tak berdasar
di mana tak ada sepi kecuali sepi penuh rahasia
Kekagetan akan berbunga sia-sia
penuh cabang berisi luka-luka
Tak ada akar yang membelit kuat di waktu
maupun di keseharian tubuh vis a vis jiwa
Pertempurannya berakhir sebelum aku mencuci muka

Tentang Penulis
Nahdiansyah Abdi, sehari-harinya bekerja sebagai pegawai di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Banjarmasin. Tetapi ia masih tetap menyempatkan diri untuk berkarya, menyalurkan kegelisahan intelektualnya. Beberapa karyanya dipublikasikan dalam antologi pribadi maupun bersama. Ia juga termasuk salah satu nominator dalam lomba cipta puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan.



SAJAK-SAJAK RATIH AYUNINGRUM
Senja
Senja kali ini lebih bijak
Mengutarakan kita harus segera beranjak
Sebab diri kita terlampau lelah memanjat kata
Mencuri potongan senja pada tiap kenangan

Banjarmasin, Oktober 2005

Epilog November
Hampir Desember
Kulihat kau mengusap hujan yang turun rintik-rintik
Hujan itu meluapi kenangan tentang kita
Saat tiada lagi kau perlukan kata-kata
Selain aku yang mencoba merenangi jejak perih yang kau tanam

“Besok Desember” ucapmu tawar
Dan kita hanya bisa menagih janji yang kian bias dalam ruang waktu Banjarmasin, akhir November 2006

Gerimis
Aku mengingatmu malam ini
Diantara gerimis yang curam
Melandai ke hatiku
Maret 2007

Tentang Penulis
Ratih Ayuningrum Lahir di Kotabaru, 17 Juli 1984 Saat Ini Mahasiswa Pasca-Sarjana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas Lambung Mangkurat Aktif menulis sejak SD dan ikut lomba kepengarangan. Namun, baru sejak awal 2003 mulai mempublikasikan karya-karya di media massa lokal. Selama ini tulisan-tulisan hanya sering untuk buletin kampus dan majalah dinding kampus. Sejak awal 2003-sekarang (2007) karya-karya puisi dan cerpen tersebar di beberapa media massa lokal seperi Radar Banjarmasin, Banjarmasin Post dan Serambi Ummah. Pernah menjadi wartawan tabloid “BISNIS” di Banjarmasin selama 2 tahun. Puisi yang berjudul “Kau Tidak Akan Pernah Tahu” termasuk dalam sepuluh terbaik nonperingkat Aruh Sastra Kalsel 2006 dan dibukukan dalam antologi bersama “Kau Tidak Akan Pernah Tahu Rahasia Sedih Tak Bersebab” Aruh Sastra Kalsel 2006. Cerpen berjudul “Epilog Seorang Wakil Terhormat” juga dibukukan dalam antologi yang sama. Ia pernah juara II Lomba Penulisan Cerpen Islami Klasifikasi Mahasiswa/Umum pada Semarak Maulid Nabi Bersama Generasi Islam KSI Al-Mizan Fakultas Hukum Unlam 2004 Banjarmasin- Juara III Penulisan Reportase Banjarmasin Komtek 2005 se-Kalimantan Selatan 2004.



SAJAK-SAJAK HUDAN NUR
Pada diam ada kerinduan
( dalam sayup ada pertemuan )

dalam nuansa alit menyeruakkan, kisah airmata bunga hitam di peluru kitab katedral bermahkota lilin sagita dengan jalan yang kutapaki ini berharap pula asaku untuk bisa menagih rindu berkharisma penuh gelora di gejolak semua keraguan yang pernah di permainkan oleh peristiwa namun jangan rampas ilalang tak tahu rupa di kisah pengkhianatan yang ditanam oleh bibir-bibir kelu berhasrat tinggi sebelum berpelukan dengan takdirnya

15 Desember 2003

Dalam Kepenatan Buluh Rinduku

malampun berjalan dengan meteor berjuta tahun mengikuti larik kekaguman pada peraduan katub pesona yang ditebarkan dibalik kiblat rindu-rindu memaki nadiku dengan beragam rasa aneh nun jauh bersemayam di bawah seduhan plipur tabir penyejuk dahaga yang tak kunjung jera hingga akhirnya
15 Desember 2003

Sedang Tidak

kemarin sudah kubuktikan pada pelangi bahwa aku sudah tak pandai lagi mengucap kata barang selarik bahkan kecemasan hari mengundang ngilu melihat pertumbuhanku semakin lelap semakin malam kutengok ke atas langit membungkam kerinduannya mencacah asa sambil menghadang tuhan tersedu memutar kembali kaset irama laskar-laskar laut merah sehari sebelum keberangkatan senja ke ufuk timur aku mengirimkan sajak penghabisan ke madah ilalang tak ada jeda antara kelarutan dan bimbang tetap rasuk ke ragam ilusi

Banjarmasin, 2006

ADAKAH LAGI

Sudah berlama tertanam kidung mimpi cerita saudagar tua yang mendambakan sri kandi lalu ia larut dalam kesentosaan semesta bunga tidur sekadar khayal yang sempat ada di hadapan jiwanya yang absurd kemudian berlama adakah lagi Sudah lima kurun terlampaui dengan siraman harapan semoga esok masih ada kidung mimpi lain yang selalu setia menemaninya menikmati keluasan semesta birunya langit dengan sepoi lembut sentuhan angin ataukah hanya pelampiasan angan yang tak jua berpeluk pada takdirnya Sudah berlama tumbuh kidung penyempurna nasib hidup seorang manusia yang pada akhirnya hanya meneguk air putih dengan tangan kirinya lalu adakah lagi yang dapat menjanjikan dirinya untuk kembali berlama menanti kidung mimpi yang menjumpai tidurnya menemani sejenak sempurnanya sebuah imajinasi?

Banjarmasin, Mei 2007

EPILOG PAGI
(ketika Banjarbaru baru membuka hari)
Enam langkah sudah Perisaimu berkecamuk dengan keringat di badan dan sekeping pigura berjuta mimpi

Banjarbaru, april 2005

Tentang penulis
Hudan Nur, lahir di Banjarbaru, 23 November 1985. mahasiswa FKIP UNLAM Banjarmasin. Aktif di beberapa organisasi, khususnya di bidang kepemudaan. Ia juga kerab mengikuti lomba menulis puisi. Terakhir, memenangkan Lomba Penulisan Cerpen dalam rangka Bulan Bahasa se-Kalimantan Selatan. Ia juga menulis artikelserta aktive di teater. Beberapa sanggar Banjarbaru pernah disinggahinya sewaktu ia duduk di bangku SMA. Namun ia lebih suka bermonolog. Dalam event-event bertajuk seni ia sering tampil sendiri membawakan musikalisasi puisi. Antologi pribadi: SI LAJANG dan TRAGEDI 3 NOVEMBER. Antologi Bersama: NARASI MATAHARI (Banjarbaru, 2002), NOTASI KOTA 24 JAM (Banjarbaru, 2003), BULAN DI TELAN KUTU (Banjarbaru, 2004), BUMI MENGGERUTU (Banjarbaru, 2005), DIMENSI (Banjarbaru, 2005) serta JEJAK TSUNAMI (Medan, 2005), 142 Penyair Menuju BUlan (antologi penyair Nusantara) Dalam menulis Hudan sering menggunakan nama pena K. Ariwa.



SAJAK-SAJAK RAHMATIAH

Bumi Yang Telah Beranjak

Tanah ini sekarang gemar sekali menangis lubang matanya yang dalam acap mengirim gerimis hingga mendung tak lagi sempat berkaca di jendela.kita pun berlarian mengejar raungan masing-masing langit-langit itu ternyata tak jua bosan memburu simpanan air mata yang kau sembunyikan di laci meja. "ah, bila tuhan tak lagi punya rumah kita akan selalu menjelma menjadi orang-orang yang kehilangan wajah"bisikmu pada wangi tanah. Tanahku kini tempat segala kecemasan dipungut dari dahan aku menamakan pagi itu rasa sakit yang tak terpetakan. baunya yang masam tak akan hilang bertahun-tahun

Banjarbaru, Juli 2006

Hujan Yang Kesepian
:kepada nani

Malam tertinggal begitu saja di lubang kunci seperti biasa Kesunyianpun berkumpul di ruang mata Hujan turun satu satu di jendela dan malam hanya sibuk saling menatap satu sama lain.
Banjarbaru,januari 2007

Mercusuar
:kepada seorang kawan

"Kau dan kau hanyalah lampu lampu jalan yang meminjam cahayaku" Ujarmu. Langit dan akubisu.
Banjarbaru,Nopember 2006

Laron

Malam mencabuti sayap sayapnya tanpa ampun Hidup berhenti pada satu kemungkinansebab ia bertemu cahaya. Banjarbaru,Januari 2007

Cintaku Kepada-MU

Masih kusisakan sebagian diriku untuk mengapungkan jasad jasadkuyang terus tumbuh di sepanjang sungai sungaiMU Banjarbaru,Januari 2007

Tentang Penulis

Rahmatiah, lahir di Nusa Tenggara Barat, menjelang remaja kemudian ia hijrah ke Propinsi Kalimantan Selatan. Alumnus sebuah Akademi Keparawatan ini mempublikasikan karya-karyanya di Harian Radar Banjarmasin, Dinamika, Majalah Sabili, Buletin Sastra Bandung serta tergabung dalam buku antologi 142 Penyair nusantara, Kau Tak akan pernah tau rahasia sedih tak bersebab.




SAJAK-SAJAK R. HAMSYAH

Instrumentalia Laut

angina genit. menancap di kerling
waktu kini kita
merupa
sekumpulan nama-nama.

Carita:02:07


Ayat-Ayat Gerimis

tak ada lagi gerimis
udara letih di sini
dan bumi kini diramaikan
bunyi klakson.
maafkan, bila narasi yang kusembunyikan
adalah darah dari ladang
luka kita, sungguh, kau tak akan pernah memahami
nyanyian belati yang menyelib pada catatan silam yang lebam.

Pandeglang:01:11:07

Tentang Penulis

R. Hamsyah, lahir di Lampung 10 Oktober 1981 dari rahim kedua orang tua yang asli melayu Ogan Sumatera Selatan. Pernah bekerja sebagai jurnalis, sebelu kahirnya hijrah ke Jawa mengikuti alur nasib. Sejumlah puisi pernah dimuat Harian Lampung Post, Harian Satelit News, Badak Post, Majalah Sabili, Dinamika, Serta tergabung dalam antologi 142 Penyair Nusantara 2007. kini berada di Jawa, tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan tetap.





SAJAK-SAJAK FARHAN AL-FUADI

Melodrama Palsu

untuk sementara kita bilang ini
adalah melodrama tentang kita

kau dan aku di meja makan lalu
tanpa scenario, tanpa sutradara.

kau aktris bego dan aku actor lugu
oh, ini adalah melodrama palsu.

Pandeglang, Agustus 2007

Pagi Menipuku

di sini, hawa dingin masih sibuk
padahal ini bukan subuh lagi?
menyapaku di setiap pagi.

di kaki gunung karang
apakah karena nanti siang panas?
lantas menghiburku.

pagi kemarau di sini
dinginnya sampai ke ubun-ubun.

Pandeglang, Desember 2006


Dakwah Katak

masihkah kau ingat
cerita nuh dan bahteranya?

atau qorun yang di telan bumi
bersama hartanya?

aku adalah figuran dalam semua kisah itu
aku adalah makhluk disirap-kutuk traumatik.

Pandeglang, Maret 2007

Tentang Penulis

Farhan Al-Fuadi, aktif menulis di Surat Kabar Badak Post, karyanya juga pernah disiarkan di Majalah Sabili, Beberapa bulatin sastra di pondok pesantren Darussalam. Pria kelahiran Kerawang, Jawa Barat ini sedang menempuh pendidikan di IAIN Serang, Banten.

Tidak ada komentar: